Ide Gila santri Ciamis Jalan Kaki 212 (Bagian 5)

Sebuah catatan
Ide Gila santri Ciamis Jalan Kaki 212
Seri 5



Waktu menunjukan pukul 06.00 santri sudah siap lagi untuk melanjutkan perjalanan tapi kiyai Maksum sebagai sohibul bait masih menahan keberangkatan kami dari pondok pesantren Cikole yang terletak di kecamatan Cihaurbeti itu, beliau mengatakan
"tidak boleh berangkat sebelum sarapan dulu,”
terlihat didapur pesantren pengurus santri sangat sibuk mempersiapkan makanan teteh istrinya kiyai hilir mudik konsolidasi kesiapan piring dan tektek bengeknya, hati saya berkata aduhh kok jadi ngerepotin orang, tapi dari tampak wajahnya semuanya memancarkan wajah gembira maklum keluarga pejuang bagi beliau2 hal itu bukan beban melainkan anugerah.


Tibalah saatnya semua peserta jalan kaki sarapan pagi, maklum jumlahnya ribuan tidak semuanya kebagian piring sehingga banyak diantara mereka makan beralaskan daun pisang yang diambil dikebun kiyai bahkan banyak pula yang pakai plastik mereka tak peduli yang penting perut terisi, tepat jam tujuh saya umumkan semunya siap2 berangkat namun tidak boleh meninggalkan sampah secuilpun, sambil jalan mereka pungut sampah serempak sehingga lingkungan pondok bersih nyaris tanpa meningalkan sampah,, kiayi Maksum berjalan paling depan dekat Mobil komando, seluruh santri Cikole putra putri ikut bersama rombongan dan saya agak belakangan dengan maksud menyapu peserta takut ada yang ketinggalan, hebatnya banyak ibu ibu yang umurnya sudah diatas 60 tahun ikut kafilah mengantar sampai ke perbatasan tasikmalaya.


Dengan stamina yang masih segar bugar kita terus berjalan menyusuri jalan utama, selang beberapa menit kiayi Titing gabung lagi dan kita sepakat berjalan pada shap paling depan untuk memberikan motipasi para santri agar tetap semangat, tiga puluh menit berjalan sampailah kita diperbatasan Tasikmalaya disana sudah banyak sekali masyarakat yang menyambut kami sepanjang perjalanan plus aneka makanan dan minuman,, bahkan ribuan santri dan anak anak sekolah berjejer baris menyemangati kami dengan pekikan takbir dan nasyid perjuangann makin semamgat kita berjalan, didaerah tasikk saya dipeluk seorang kiyayi sambil menangis haru saya tak kuat menahan air mata sehinga kami berpelukan saling mendoakan, dia berkata
"teruskan perjuanganmu saudaraku saya menyusul hari jumat,”
saya menjawab " mohon doanya aja,”
sambil salaman dia ngeluarin amplop dari saku bajunya dan mengatakan ini tambahan amunisi untuk berjuang, makin tak kuat saya merasakan betapa hebatnya denyut iman menumbuh ukhuwah.


Saya dan kafilah melangkah dan terus melangkah, kedua hp terus berbunyi ketika diangkat ternyata wartawan dari berbagai media, pertanyaannya hampir semuanya sama, Sudah sampai dimana? Berapa jumlah yang ikut, saya jawab semua telpon dengan sabar, kalaupun agak sedikit malas dan pusing karena saking banyaknya yang menghubungi.


Satu lagi handpon berbunyi begitu diliat ternyata guru saya, saya angkat “assalamualaikum uwa”
guru saya bertanya, gimana kondisi santri??? Perjalanan mau sampai mana? Pertimbangkan kondisi santri jangan sampai orang tua menyalahkan kita, saya hanya menjawab, baik uwa Akan saya musyawarahkan didepan, hati mulai ada sedikit kebimbangan.

Tak terasa perjalanan sudah hampir 4 jam dan akhirnya sampailah kita disatu mesjid daerah Ciawi dekat rumah makan asep strawberry, kita putuskan untuk istirahat dan solat, begitu ke masjid ternyata sudah berkumpul ratusan santri dan laskar FPI yang siap bergabung jumlah peserta makin bertambah, Adzan Dzuhur berkumanadang semua bergegas ngambil wudu, solat berjamaah Dzuhur dan Ashar dijama dan qhosor imamnya kiayi Tiring, santri dibiarkan dulu istirahat sambil menikmati makanan dan minuman pemberian masyarakat disepanjang jalan.


Ketika saya rebahan diteras masjid sambil ngurut kaki, telpon berbunyi namanya muncul kiayi senior Ciamis, beliau katakan, saya kedatangan pa dandim dan mohon santri untuk kembali ke pondok masing masing, saya jawab mau dirapatkan dulu, hp ditutup dan saya meneruskan rebahan.

Tiba2 datang Mobil polisi ternyata belakangan diketahui itu adalah kapolresta tasik dan kapolres Tasikmalaya serta dandim tasik, ketiganya berjalan menuju arah mesjid, salah seorang diantara mereka bertanya,
“mana pimpinan rombongannya??”
Semua santri nunjuk pada saya, itu pa, saya berdiri menyambut tamu special,
“ini pimpinan rombongan??? Kata yang berbaju loreng,
“betul pa saya,”
“bisaa bicara sebentar,!”
“bisa pa” saya mnjawab, kami berlima duduk melingkar, dan pa dandim memulai obrolan,
“pa kiayi saya ditelpon pangdam agar menjemput santri untuk pulang ke pondok masing2, bagaimana??”
Saya melirik ke kiayi Maksum dan kiayi Titing, keduanya memberikan isyarat menyerahkan keputusan pada saya, saya agak bingung, terdiam dan nengok ke kanan ada ade saya yang mengatur peta jalan,
“pung, gimana lanjut apa pulang?” sambil melotot dia menjawab
“jangan pulang, niih liat pemberitaan media sekuler menurunkan ulasan bahwa pejalan kaki santri Ciamis tinggal 86 orang, harus dilawan dengan pakta,” papar ade saya,
saya pokus lagi mengarah ke dandim,
“pa dandim saya tidak bisa memutuskan sendiri saya akan tanya santrinya aja,”
“boleh” Kata pa dandim,,
lewat pengeras suara masjid, santri disuruh masuk mesjid, semuanya duduk pengarahan dimulai, pekikan takbiir selalu jadi kata penyemangat disetiap waktu , saya bertanya,
“apakah perjalanan dilanjut?”
mereka serempak “lanjuuuuuuuuttt”,
“masih kuat?”
“masiiihhhh”
pertanyaan dilanjutkann,
“siapa yang mau pulang berdiriii!”
Tak ada satupun yang berdiri,
“siapa yang mau lanjut duduk,”
semuanya dudukk, mereka teriakan takbir berkali-kali, mata saya tak kuat menahan haru dan air mata meleleh tak terasa tenggorokan serasa ada yang mengganjal sehingga berbicara agak parau saking harunya, saya berjalan mengelilingi mereka disaksikan kapolres Dan dandim,
“kenapa kalian memilih lanjutt,”
seorang santri yang perawakannya paling ceking ngacungkan tangan sambil berkata, “mundur sejengkal adalah mental munafik dan pecundang” disambut takbiirr bergemuruh,
saya tak kuat lagi bicara karena suasana mesjid itu menjadi begitu bergema dengan semangat jihad, mikropun saya serahkan pada kiayi Maksum beliau berkata “itulah keputusannya pa dandim anak anak tetap lanjutt,,, takbiiirr”.

Pa dandim mengatakan, ”saya tidak ada hak untuk melarang hanya ngasih aaran saja kalau itu pilihannya silahkan jalan hati2 jaga keselamatan,”
“baik pa dandim mohon doanya saja,” timpal saya,
kami bersalaman dan berpelukan sambil berlinang air mata sungguh perjalanan yang penuh dinamika setiap titiknya.


Semua santri keluar dari masjid, Mobil komando tetap didepan, polisi mengawal dan pa dandim melambaikan tangan, perjalanan dilanjutkan menyusuri jalan gentong yang nanjak dan berkelok, deru mesin Mobil Mobil Yang lewat mengerang menanjak seolah2 irama musik pengantar para pejuang, bagaimana lanjutannya??????

Tunggu seri selanjutnya,,, ,

(KH. Nop Hanafi)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak

f="https://unpkg.com/video.js/dist/video-js.css" rel="stylesheet">